D’Lima Kecam Ucapan Anggota DPRD Kaltim yang Dinilai Cederai Nilai Kebhinekaan

DIKSI.CO — Pernyataan kontroversial dari seorang anggota DPRD Kalimantan Timur berinisial AG yang menyebut “orang luar daerah” menuai sorotan tajam dari Aliansi D’Lima (Delima Pemuda Lintas Agama).
D’Lima menilai pernyataan tersebut mencederai nilai kebhinekaan yang selama ini terjaga di Bumi Etam.
Dalam sebuah pertemuan di D’Bagios Café, Jalan KH Abdurrasyid, Samarinda Kota, pada Selasa (14/10/2025), D’Lima menilai pejabat publik semestinya berhati-hati dalam berbicara, apalagi di ruang digital yang mudah menyulut kegaduhan sosial.
D’Lima ini terdiri dari sejumlah organisasi kepemudaan lintas iman, antara lain GAMKI, Pemuda Katolik, GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Nasiyatul Aisyiyah, Pemuda Hindu, Pemuda Budha, hingga Pemuda Konghucu.
“Cukup di Jakarta saja gaduh karena ucapan pejabat. Di Kaltim jangan sampai ada narasi yang memecah belah,” tegas Buchori Hasan, dari Komunitas Muda Nahdlatul Ulama Kaltim, menyinggung insiden serupa di ibu kota pada Agustus lalu yang memicu demonstrasi besar-besaran akibat ucapan tidak bijak pejabat publik.
Pernyataan AG yang menyinggung soal “orang luar” dianggap menyalahi prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi para pemuda lintas agama, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk hidup dan bekerja di Kaltim tanpa perlu dipertanyakan asal daerahnya.
Perwakilan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kaltim, Arianur, menyoroti dampak cepat dari pernyataan pejabat di media sosial terhadap generasi muda.
“Informasi di media sosial menyebar cepat. Sekali pejabat bicara tanpa bijak, dampaknya bisa luas. Jangan sampai menyinggung kelompok tertentu dan menimbulkan kegaduhan baru,” ujarnya.
Sikap itu diperkuat oleh Marianna Tukan dari Pemuda Katolik Kaltim dan Daniel A. Sihotang dari Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kaltim. Keduanya menegaskan, pernyataan pejabat publik yang mengandung unsur SARA tak bisa dibiarkan.
“Ucapan semacam itu mencederai nilai-nilai kebhinekaan yang selama ini menjadi kekuatan masyarakat Kaltim. Persatuan ini harus terus dijaga,” kata Daniel.
Dalam pernyataan resminya, Aliansi D’Lima Pemuda Lintas Agama Kaltim menyampaikan lima poin sikap sebagai bentuk keprihatinan dan dorongan moral kepada seluruh pejabat publik:
1. Menegaskan pentingnya semangat persatuan di Kaltim sebagai kekuatan utama menghadapi tantangan sosial, politik, dan ekonomi. Setiap bentuk ujaran bernuansa SARA harus ditolak karena berpotensi merusak tatanan sosial yang telah terbangun.
2. Mengutuk dan menyesalkan pernyataan anggota DPRD Kaltim yang mengandung unsur SARA, karena bertentangan dengan nilai kebangsaan dan melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang melarang penyebaran informasi berisi kebencian berbasis SARA.
3. Mendesak Badan Kehormatan DPRD Kaltim memeriksa serta menindak tegas anggota DPRD (AG dan AF) yang diduga melanggar Kode Etik DPRD, karena ucapan tersebut mencederai kehormatan dan citra lembaga perwakilan rakyat.
4. Meminta partai politik dan mahkamah partai memanggil serta memberi sanksi terhadap kader yang bersangkutan karena gagal menjaga marwah partai dan amanah jabatan publik.
5. Mengimbau seluruh pejabat publik dan tokoh masyarakat di Kaltim agar menjadi teladan dalam bersikap dan berbicara, menjaga keharmonisan sosial, serta tidak melontarkan pernyataan yang berpotensi memecah persaudaraan di daerah.
Bagi D’Lima, insiden ini menjadi pengingat bahwa kerukunan di Kaltim bukan hadiah, melainkan hasil kerja panjang lintas generasi. Karena itu, setiap pejabat publik harus menyadari dampak dari setiap ucapannya, terlebih di tengah arus informasi yang kian cepat dan sensitif.
“Jaga kebhinekaan. Kerukunan di Kaltim sudah terbangun sejak lama, dan itu harus terus dirawat agar Bumi Etam tetap kondusif,” tutup Daniel.
Sebelumnya kritikan juga disuarakan Ketua Umum Solidaritas Rakyat Kaltim Bersatu (SRKB), Decky Samuel, yang juga menjabat sebagai Ketua DPW Solidaritas Merah Putih (Solmet) Kaltim.
Dalam keterangannya, Decky menyayangkan pilihan kata yang diucapkan anggota dewan tersebut dalam video yang beredar di media sosial. Ia menilai, pernyataan itu menunjukkan sikap emosional yang tidak semestinya keluar dari seorang wakil rakyat sebagai pejabat publik.
“Saya sudah menonton video itu berulang kali. Sebagai pejabat publik, seharusnya beliau bisa lebih menahan diri. Ucapan seperti itu kurang pantas, karena bisa menimbulkan salah tafsir di masyarakat,” ujar Decky, Senin (13/10/2025).
Decky menilai, pernyataan yang menyebut adanya “orang luar daerah yang mencari makan di Kaltim” memang tidak secara eksplisit mengandung unsur SARA. Namun, menurutnya, kalimat itu tetap tidak bijak diucapkan, terlebih oleh seorang anggota legislatif yang mewakili seluruh warga Kaltim tanpa terkecuali.
“Kalau kita bicara konteks kebangsaan, semua warga negara berhak hidup dan mencari penghidupan di mana pun. Itu hak konstitusional,” tegasnya.
Menurut Decky, semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seharusnya sudah menuntaskan sekat-sekat primordial seperti asal daerah atau suku. Ia menilai perbedaan justru menjadi kekuatan, bukan alasan untuk saling curiga atau merasa tersisih.
“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Kalau sudah ber-KTP Kaltim, ya dia orang Kaltim. Tidak perlu dibedakan lagi,” katanya.
Meski demikian, Decky memahami bahwa pernyataan tersebut bisa jadi muncul dari alam bawah sadar sebagian masyarakat lokal yang merasa tersisih oleh arus migrasi dan kompetisi ekonomi. Ia mengingatkan bahwa kondisi seperti itu harus disikapi dengan kedewasaan politik, bukan dengan retorika yang justru memperlebar jarak sosial.
“Saya bisa memahami mungkin ada rasa risih di sebagian masyarakat. Tapi solusinya bukan dengan menyinggung pihak lain, melainkan dengan membangun kolaborasi,” jelasnya.
Decky menegaskan, sebagai provinsi yang kini menjadi pusat perhatian nasional karena pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur harus menjadi contoh dalam menjaga harmoni kebangsaan. Ia mendorong agar pemerintah daerah bersama Kesbangpol memperkuat sinergi lintas paguyuban untuk memperkuat semangat persaudaraan antar warga.
“Kaltim ini sudah menjadi miniatur Indonesia. Orang dari berbagai suku dan daerah hidup di sini. Sudah seharusnya kita menjadi contoh bagaimana perbedaan bisa dirawat, bukan dijadikan bahan gesekan,” ujar Decky.
Ia juga mengimbau agar polemik di ruang publik tidak diperpanjang, melainkan dijadikan momentum refleksi bersama — baik bagi masyarakat maupun pejabat publik.
“Saya berharap, khususnya untuk para wakil rakyat yang masih muda, jadikan ini pelajaran penting. Setiap kata yang keluar dari pejabat publik punya dampak besar. Mari kita sama-sama dewasa dalam menjaga kebhinekaan,” tutupnya.
(tim redaksi)